Wakil Menteri Badan Usaha Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo menyebut Garuda Indonesia berencana akan mengusulkan perpanjangan jatuh tempo sukuk US$500 juta atau sekitar Rp7,45 triliun (kurs Rp14.900).
Hal itu diungkapkannya setelah tujuh hari maskapai pelat merah tersebut meminta dialog konstruktif dengan para pemegang sukuk yang akan jatuh tempo pada Juni 2020.
“Rencananya Garuda Indonesia akan mengusulkan perpanjangan jatuh tempo kepada investor global sukuk tanggal 18 Mei 2020 ini,” ujar Kartika, seperti dikutip kontan.co.id, Rabu (13/5/2020).
Kartika menyebutkan bahwa dirinya belum bisa menjelaskan lebih rinci terkait tenor baru sukuk global beserta yield yang ditawarkan. “Diskusi masih sangat alot,” aku Kartika.
Namun dia mengungkapkan, dalam program pemulihan ekonomi nasional, pemerintah berencana memberikan injeksi modal kepada Garuda Indonesia. Dia menyebutkan, maskapai tersebut akan menerima dana talangan investasi untuk modal kerja sebesar Rp8,5 triliun.
Baca Juga: Injeksi Rp8,5T dari Pemerintah, Garuda: Bisa Bantu Likuiditas Keuangan
Pemerintah juga tengah mematangkan rencana pendanaan bagi Garuda Indonesia senilai US$1 miliar atau sekitar Rp14,9 triliun (kurs Rp14.900).
Baru-baru ini juga terdengar kabar bahwa Garuda Indonesia meneken fasilitas pinjaman dari Bank Rayat Indonesia (BRI). Fasilitas pokok pinjaman maksimum sebesar US$50 juta dan Rp2 triliun.
Pemerintah sebagai pemegang 60,54% saham maskapai pelat merah ini tengah berjibaku untuk membuat Garuda Indonesia bisa terbang kembali.
Dalam laporan keuangan tahun 2019, Garuda Indonesia tercatat memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates yang tidak dijamin sebesar US$ 500 juta.
Tercatat di Bursa Singapura, surat utang Garuda Indonesia ini dirilis 3 Juni dengan jangka waktu 5 tahun. Artinya, pada 3 Juni nanti utang ini jatuh tempo. Sukuk ini memiliki tingkat suku bunga tetap tahunan sebesar 5,95% yang dibayar setiap 6 bulanan. Pembayaran dimulai pada 3 Desember 2015 sampai dengan 3 Juni 2020.
Saat itu, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) bertindak sebagai Penerima Delegasi, Agen Pembayar Utama. Per 31 Desember 2019, saldo utang obligasi syariah ini mencapai US$498,99 juta.
Baca Juga: 4 Hari Sepekan, Lion Air Group Kembali Hidupkan Langit NTT