Aturan Baru Terbit, Tak Ada Lagi Batasan Penumpang di Pesawat Jenis Ini

Menyusul kembali dibukanya sejumlah aktivitas ekonomi, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara surat edaran (SE) No. 13/2020, Selasa (9/6/2020). Sejumlah aturan dalam surat edaran sebelumnya direvisi, termasuk pembatasan jumlah penumpang pesawat udara.

Penyesuaian aturan perlu dilakukan karena aktivitas ekonomi yang dibuka akan berdampak pada terjadinya peningkatan aktivitas perjalanan orang melalui transportasi.

Disebutkan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto Rahardjo dalam konverensi pers virtual, Selasa (9/6/2020), ada empat hal yang diatur dalam SE No. 13/2020 secara detail. Pertama, terkait dengan panduan bagi operator penerbangan dalam rangkan pencegahan penyebaran Covid-19.

Kedua, penanganan penumpang pesawat udara niaga berjadwal dalam negeri. “Di samping kepada operator, kita juga mengatur bagaimana pelayanan kepada penumpang, sehingga semuanya akan comply dengan SE No. 7/2020 Gugus Tugas dan PM No. 41/2020,” ujarnya.

Ketiga, pengaturan slot time dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 yang ditujukan kepada pengelola bandara dan navigasi. Kata dia, hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi antrean atau pelayanan yang sifatnya tidak efisien sehingga akan melanggar SE No. 7/2020.

Terakhir, pengawasan pengendalian perjalanan orang dan transportasi umum.

Dijelaskan Novie, terkait dengan operator penerbangan, pihaknya mengatur secara rinci tentang penyelenggaraan angkutan udara.

“Hal yang paling signifikan di dalam penyelenggaraan angkutan udara di SE No.13/2020 ini adalah physical distancing di pesawat kategori jet narrow-body dan wide-body untuk angkutan udara niaga dalam negeri maksimal 70 persen load factor-nya,” terangnya.

“Terkait load factor 70 persen, saya rasa ini semua sudah sesuai. Kita mereferensi kepada aturan yang ada di internasional, baik itu ICAO maupun IATA,” imbuhnya.

Kemudian, kata dia, untuk pesawat-pesawat yang lebih kecil dari narrow-body, misalnya ATR 72, ATR 42, DHC-6 Twin Otter dan sebagainya, tidak dilakukan pembatasan (penumpang).

“Tapi SOPnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pabrikan. Dan yang lebih penting lagi adalah, di semua penerbangan tersebut tetap harus menyediakan beberapa row (baris kursi) apabila terjadi case selama penerbangan,” kata Novie.

Sehingga, lanjutnya, akan ada antisipasi. Misalnya, dalam penerbangan ada kru maupun penumpang yang sakit bisa diisolasi secara baik di dalam pesawat. Tentunya ada aturan atau perawatan khusus bagi (orang) yang sakit (gejala Covid-19). Misalnya, khusus di sektor baris kursi yang diisolasi AC-nya dimatikan.

Berbeda dengan penerbangan berjadwal atau reguler yang dibatasi maksimal 70 persen kursi penumpang terisi, penerbangan carter atau sewa juga tidak dilakukan pembatasan jumlah penumpang.

“Pembatasan hanya untuk penerbangan niaga berjadwal, jadi yg carter tidak diberlakukan (pembatasan), karena pax (penumpang)nya dianggap homogen,” terang Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati.

Baca Juga:

Volume Kargo AP 2 Capai 34juta Kg di Tengah Pembatasan Penerbangan

Uji Coba Aplikasi Travelation Libatkan Penumpang Garuda dan Citilink

Terbit Aturan Baru, Tak Ada Lagi Batasan 50% Penumpang